Minggu, 20 November 2011

SEJARAH BALI

Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.[4] Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau.[5] Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.[rujukan?] Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah. Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang. Pada 20 November 1945, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir. Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia. Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia. Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[6] Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini

Selasa, 15 November 2011

Bagaimana Menjadi Hindu

Bagaimana menjadi Hindu merupakan judul buku karya Satguru Sivaya Subramuniyaswami yang diterjemahkan oleh Ngakan Made Madrasuta. Buku ini memuat kesaksian orang dari berbagai agama yang masuk Hindu. Rare Angon melalui blog ini menyampaikan sedikit saja, yaitu mengenai AGAMA HINDU dari bab Kepercayaan Semua Agama Dunia ( Beliefs of All the World's Religions) .
Satguru Sivaya Subramuniyaswani
AGAMA HINDU

Didirikan; Agama Hindu adalah agama yang tertua di dunia, tidak memiliki awal-dia telah ada sebelum dikenal sejarah tertulis.
Pendiri; Agama Hindu tidak memiliki pendiri manusia.
Kita Suci Utama; Veda, kitab-kitab Agama (kita suci untuk masing-masing sekte), dan masih banyak lagi.
Pengikut; Diperkirakan satu miliar orang, terutama di India, Nepal, Sri Langka, Bangladesh, Bhutan, Malaysia, Indonesia, Mrika, Eropa dan Amerika.
Sekte-sekte; Siva Siddhanta, Vaisnawa, Sakta dan Smarta

Sinopsis
Agama Hindu adalah agama yang luas dan dalam. Agama Hindu memuja satu Brahman, satu Hakikat Kenyataan Tertinggi (yang disebut dengan banyak nama) dan mengajarkan bahwa semua jiwa pada akhirnya akan mencapai Kebenaran. Dalam agama Hindu tidak dikenal neraka atau surga abadi, tidak ada kutukan. Agama Hindu menerima semua jalan-jalan spiritual yang murni - dari monotheisme murni ("hanya Tuhan saja yang Ada") sampai kepada thistik dualisme ("Kapan saya akan mengetahui Karunianya"). Setiap jiwa bebas untuk menemukan jalannya sendiri, apakah melalui devosi (bhakti), hidup bersahaja (tapa), meditasi (yoga) atau pelayanan/pengabdian tanpa pamrih.
Tekanan diberikan pada pemujaan di pura, studi atau pembelajaran kitab suci dan tradisi guru-sisya. Perayaan tirtayatra, pengucapan nama-nama suci Tuhan (japa) dan sembahyang di rumah adalah praktek-praktek yang dinamis.
Cinta kasih, non kekerasan, tingkah laku baik dan hukum-hukum Dharma membentuk keyakinan Hindu. Agama Hindu menjelaskan bahwa jiwa berinkarnasi sempai semua karma terselesaikan dan Kesadaran Tuhan dicapai. Perayaan-perayaan di pura yang meriah, kesalehan damai dalam rumah tangga Hindu, metafisika yang halus dan pengetahuan tentang yoga memegang peranan yang penting. Agama Hindu adalah agama mistikal, yang menuntun para pengikutnya untuk memperoleh pengalaman pribadi dengan Tuhan, dan akhirnya mencapai puncaknya dari kesadaran ketika manusia mencapai moksha, bersatunya Atman dengan Brahman.

Tujuan Agama Hindu
Tujuan utama agama Hindu adalah Moksha, yaitu persatuan dengan Tuhan. Bebas dari tumimbal lahir. Siva Siddhanta menyebutnya nirvikalpa samadhi. Vaisnawa menyebutnya videha mukti, yang hanya dapat dicapai setelah kematian tubuh. Menurut filsafat Vaisnawa, jiwa selamanya memiliki personalitas individu murni yang berbeda atau terpisah dengan Tuhan, yang adalah kesadaran yang melindungi segala sesuatu.
Tujuan kedua adalah melakukan perbuatan baik tanpa pamrih sehingga setelah kematian manusia mencapai surga dan kemudian menikmati kelahiran yang baik di atas bumi ini. Dalam agama Hindu surga dan neraka bersifat sementara. Dalam paham Siva Siddhanta moksa juga dapat diperoleh selama manusia masih hidup di dunia ini, yang disebut savikalpa samadh (jivanmukti), dimana manusia mengalami satcidananda ; Sat = kesejatian hidup (being), Cit = kesadaran (consciousnes) dan Ananda = kebahagiaan (bless), yang adalah merupakan hakikat dari Tuhan.

Jalan untuk Mencapai Tujuan
Jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan adalah karma, jnana dan bhakti. Jiwa berkembang melalui karma dan bereinkarnasi dari tataran pengetahuan-naluri (instinctive-intellectual) kepada kehidupan yang penuh kebajikan dan bermoral, kemudian kepada pemujaan di pura dan devosi, diikuti dengan pemujaan yang telah menyatu dalam diri atau yoga dan desiplin meditasi. Siva Siddhanta memberi nilai yang sama kepada, karma, jnana dan bhakti. Vaisnawa menganggap jalan karma dan jnana sebagai tangga menuju bhakti. Jadi dalam pandangan kaum Vaisnawa, bhakti yoga merupakan puncak jalan. Praktek-praktek Vaisnawa yang terpenting juga adalah pengucapan secara berulang-ulang (japa) dari nama-nama Avatara Wisnu, terutama Rama dan Krishna. Melalui penyerahan total (praptti) kepada Tuhan (Wisnu) pembebasan dari samsara akan dicapai. Sementara kaum Smarta berpendapat bahwa moksha hanya dapat dicapai melalui jnana yoga saja. Tahapan progresif dari jnana yoga adalah mempelajari kitab suci (sravana), perenungan, refleksi (manana) dan meditasi berkesinambungan (dhyana).
Saking buku " Bagaimana Menjadi Hindu "
oleh : Satguru Sivaya Subramuniyaswani

Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.

Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.